Profil Tan Joe Hok: Sang Legenda Bulu Tangkis Indonesia yang Wafat di Usia 87 Tahun

GDesain11.xyzProfil Tan Joe Hok, salah satu tokoh legendaris bulu tangkis dari Indonesia. Terdapat kabar terakhir bahwa beliau telah wafat pada usia 87 tahun.

Diketahui bahwa legenda dan juga penggagas kesuksesan bulutangkis tanah air, Tan Joe Hok diberitakan telah tiada pada pukul 10:52 WIB di rumah sakit Medistra, Jakarta, pada hari Senin tanggal 6 Februari 2025 ketika berumur 87 tahun. Informasi tersebut disebarkan melalui penampakan resmi yang dibagikan oleh PBSI atau Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia.

"Baru-baru ini, Indonesia meratapi kepergian tokoh bulu tangkis kenamaan kita, Tan Joe Hok. Beliau telah meninggal dunia pada tanggal 2 Juni 2025, tepatnya pukul 10:52 Waktu Indonesia Bagian Barat, di RS Medistra. Pengurus Besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) mengungkapkan belasungkawa yang dalam serta harapan semoga roh sang almarhum tenang. Teruslah istirahat dengan damai, Tan Joe Hok; warismanya bagi olahraga kami akan selalu lestari," ungkap PBSI sebagaimana dilansir dari laman GDesain11.xyz oleh Tribunsport.

Profils Tan Joe Hok, yang lebih dikenal sebagai Hendra Kartanegara, adalah seorang pemain badminton asli dari Bandung, lahir pada tanggal 11 Agustus 1937. Menurut informasi dari Kompas.com, Tan memulai latihan bulu tangkisnya di lapangan yang disiapkan oleh sang bapak tepat di depan rumah mereka.

Tan terbiasa berlatih di waktu subuh. Awalnya, Tan bercita-cita sederhana yaitu "ingin mencapai kehidupan yang layak dan cukup, serta tidak kelaparan," hal ini disebabkan oleh kondisi sulit di Indonesia setelah merdeka dari perang kemerdekaan.

Keinginan tersebut kusampaikan dalam doa, 'Tuhan, antarkanlah aku menuju apa yang kuinginkan, apa yang kutuju,' ujar Tan Joe Hok.

Berdasarkan performanya dalam pelatihan, ia berhasil masuk ke tim Blue White, Bandung setelah menerima undangan dari Lie Tjuk Kong. Selanjutnya pada tahun 1954, karier olahragawan Tan Joe Hok semakin berkembang ketika dia mengalahkan Njoo Kiem Bie dan meraih gelar juara nasional saat berusia 17 tahun.

"Saya awalnya diinvite ke sana-sini, kemudian saya juga diajak ke India oleh pasangan juara All England yakni Ismail bin Mardjan dan Ong Poh Lin," ceritanya dengan penuh nostalgia.

Tan lantas memulai petualangannya menjelajahi India dan menyambangi berbagai kota seperti Mumbai, New Delhi, Kolkata, Ghorapur, Jabarpur, dan sebagainya. Selanjutnya, mereka juga singgah ke Bangkok beserta Singapura yang dahulu masih disebut Malaya.

Di tahun 1959, Tan Joe Hok sukses menjadi juara di turnamen All England sesudah mengalahkan Ferry Sonneville pada pertandingan puncaknya. Karena pencapaiannya itu, prestasinya mendapat perhatian dari masyarakat AS dan cerita keberhasilannya pun dicetak dalam edisi Sports Illustrated tanggal 13 April 1959.

Tan juga menerima beasiswa dari Baylor University untuk mengejar program premedikal dengan spesialisasi dalam Kimia dan Biologi di Texas. Meski disibukkan oleh rutinitas akademisnya, Tan masih menyempatkan diri kembali ke tanah air pada tahun 1961 untuk berpartisipasi dalam Piala Thomas yang digelar di Jakarta serta pada tahun 1964 di Tokyo.

Di tahun 1962, Tan berpartisipasi dalam Asian Games dan berhasil membawa pulang medali emas. Karena perlu kembali ke Tokyo untuk menjaga Piala Thomas pada tahun 1964, program studinya di Baylor tidak selesai akibat kurangnya poin sks yang diperlukan.

Profildasarnya Tan Joe Hok dicatat sebagai salah satu dari kelima pemain tunggal putra Indonesia yang sukses memenangkan gelaran All England. Empat atlit tersisa adalah Rudy Hartono, Liem Swie King, Ardy B Wiranata, dan Hariyanto Arbi.

Terlepas dari hal tersebut, Hendra Kartanegara mendapatkan namanya pada tahun 1965 ketika kondisi politik sangat tidak menentu. Saat itu, Kolonel Mulyono dari CPM Guntur, Jakarta Pusat, dikenal sebagai orang yang mengumpulkan para atlet dan memintanya kepada mereka dengan nama etnis Tionghoa agar merubah nama masing-masing.

"Saya di beri nama Hendra oleh (Panglima Kodam Siliwangi) HR Dharsono. Nama negara saya buat sendiri, yang penting mengandung 'tan'," jelas Tan.

Setelah mengundurkan diri dari karier sebelumnya, Tan dikenal berkarir sebagai pembina. Di tahun 1982, beliau menjadi salah satu instruktur untuk cabang olahraga bulu tangkis di klub PB Djarum.

Di samping itu, ia pun ditunjuk menjadi pembina tim junior untuk Piala Thomas tahun 1984 dan berhasil mencapai prestasi melalui kemenangan para pemainnya. Tahun 2021 ini, Tan menerima Penghargaan Seumur Hidup dari KONI Nasional. (*)

GDesain

Website Berbagi desain gratis terlengkap. Juga menyediakan Jasa Desain Murah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama