Laporan Jurnalis, Calvin Louis Erari
TRIBUN-PAPUATENGAH.COM, NABIRE - Pertikaian senjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) dengan petugas kepolisian di beberapa wilayah di tanah Papua masih menjadi masalah yang mendapat perhatian besar dari banyak orang.
Salah satunya adalah Ketua Umum LEMASUMOPA atau Lembaga Masyarakat Adat Suku Moni Papua, Thomas Sondegau. Ia menyampaikan keprihatinan mendalam tentang deretan peristiwa kekerasan berpersenjata yang masih kerap terjadi di wilayah Papua.
Akibat peristiwa konflik itu, warga dipaksa meninggalkan desa asal mereka dan mencari tempat berlindung yang lebih aman.
Pada minggu lalu, serangan berupa penembakan dan pembunuhan yang menyeret warga sipil kembali terulang, mengakibatkan dua orang tewas di kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.
"Melalui insiden tersebut, saya dengan tegas mengutuki kekerasan berkelanjutan yang terus menyakiti warga tidak bersenjata, tanpa peduli pada etnis atau tempat asal mereka," ungkap Thomas Sondegau.
Thomas Sondegau pun menyeru agar warga non-Papua dan penduduk lokal lainnya yang bekerja di daerah-daerah dengan potensi konflik tinggi untuk lebih waspada.
Selanjutnya, untuk memastikan seluruh warga dapat mengendalikan diri saat menjalani rutinitas sehari-hari ketika situasi keselamatan masih belum stabil.
"Jangan sampai dalam rangka mencari sekedarnya saja itu beberapa sen, malah nyawanya yang dipertaruhkan," katanya.
Thomas juga menyerukan kepada aparat penegak hukum serta pemerintahan agar meningkatkan perlindungan terhadap warga biasa, dan dengan cepat melaksanakan tindakan-tindakan nyata guna meredam segala bentrokan yang masih berlanjut.
Sebelumnya dilaporkan, ada serangan menembak yang dialami oleh dua orang tenaga kerja konstruksi di Kampung Kwantipo, Distrik Asotipo, Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Propinsi Papua Pegunungan.
Dua orang dari Purwakarta, yang berada di Provinsi Jawa Barat, tengah melaksanakan pembangunan sebuah gereja di wilayah setempat. Tetapi ketika mereka mulai bekerja, kedua individu ini ditembaki oleh seseorang tidak diketahui identitasnya (OTK), menyebabkannya meninggal dunia secara instan di tempat peristiwa tersebut.
Tidak mengherankan jika peristiwa itu pun mendapat perhatian dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Mereka dengan tegas mencela insiden yang terjadi dalam proyek pembangunan Gereja GKI Air Garam tersebut.
Sebenarnya, serangan kejam tersebut tidak hanya mencabut jiwa warga biasa, melainkan juga merusak prinsip-prinsip kemanusiaan dan spiritualitas yang telah lama dipelihara oleh masyarakat Papua.
Sekretaris Jenderal PGI, Pendeta Darwin Darmawan, mengatakan bahwa perbuatan itu merupakan penyelewengan besar terhadap hak-hak dasar manusia yang mesti ditangani secara tegas dan sungguh-sungguh oleh seluruh pihak involved.
"Kejadian ini tak bisa diabaikan. Komnas HAM bersama dengan pemerintahan nasional dan lokal, termasuk elemen-elemen agama perlu mendirikan tim mandiri guna menyelidiki masalah ini sampai tuntas. Para pelakunya wajib ditangani menurut aturan hukum yang ada," tandas Pendeta Darwin Darmawan.
Pdt. Darwin menganggap insiden tersebut sebagai refleksi kuat yang menunjukkan pentingnya metode dialog dan perdamaian dalam menyelesaikan perselisihan lama di Papua.
"Pelaksanaan penembakan ini menunjukkan sisi kekejaman KKB yang tanpa ragu merencanakan tindak kekerasan terhadap masyarakat umum, bahkan mencakup karyawan gereja yang tak memiliki senjata," katanya.
Dia juga menggarisbawahi pentingnya tindakan keras pemerintah untuk menerapkan hukum dan peranan gereja dalam mendukung dialog perdamaian sebagai elemen utama supaya daerah Papua Pegunungan tidak lagi jadi tempat di mana pertempuran bermusuhan terjadi dengan para korban tanpa dosa.
Pendeta Darwin Darmawan mendorong kesadaran akan pentingnya memelihara kedamaian di Wamena, yakni pusat administratif dari Provinsi Pegunungan Papua. Ia menggarisbawahi bahwa Wamena perlu berfungsi sebagai zona perlindungan untuk semua orang yang bermukim atau aktif dalam pekerjaannya di daerah tersebut, terlepas dari ancaman kekerasan dengan senjata api.
"Kami mendorong seluruh pihak agar menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta keadilan. Berhenti melakukan kekerasan, dan marilah kita menciptakan wadah-wadah dialog yang jujur guna meredam konflik di Papua." (*)