Gejala Menopause Selama Masa Menyusui: Apakah Normal?

Meskipun sedang menyusui, sebagian ibu mengeluhkan adanya gejala menopause yang dirasakan. Sebenarnya, normalkah gejala menopause muncul saat menyusui ya, Bunda?

Gejala mirip menopuase dari kondisi pascapersalinan memang kerap dialami perempuan. Kondisi tersebut disebut dengan genitourinary syndrome of lactation (GSL). Istilah tersebut diusulkan pada 2024 setelah diskusi interdisipliner di antara dokter kandungan, ginekolog, dan urolog serta usai pengakuan dari gangguan ginjal dan kemih yang terjadi pada masa menopausa wanita (GSM).

Meskipun keadaan tersebut cukup umum, sindrom terkait laktasi ini masih menjadi suatu hal yang kurang diketahui dan jarang mendapat perawatan medis, demikian menurut penulis utamanya dalam ulasan itu, Sara Perelmuter, MPhil, calon doktor di Weill Cornell Medical College di New York City.

Para peneliti kemudian menemukan adanya hubungan kuat antara laktasi dan spektrum gejala yang meliputi atrofi dan kekeringan vagina, masalah saluran kencing, dispareunia, dan disfungsi seksual, seperti dikutip dari laman Medscape.

Dalam analisis gabungan diungkapkan bahwa atrofi vagina lazim terjadi pada hampir dua pertiga perempuan yang menyusui pascapersalinan. Dengan perempuan yang menyusui 2,34 kali lebih mungkin mengalami atrofi daripada rekan-rekan mereka yang tidak menyusui.

Dorongan untuk tinjauan ini datang dari meningkatnya pengakuan GSM. Namun, masih ada keheningan di sekitar ibu yang menyusui pascapersalinan yang pada dasarnya mengalami pengalaman fisiologis yang sama yakni kekurangan estrogen dan androgen, kata Peremuter.

Saya selalu merasa frustasi karena banyak wanita pasca melahirkan, terutama mereka yang tengah memberikan ASI, mengeluh tentang penurunan fungsi vagina dan saluran kemih. Namun, hal ini jarang dibahas dan hanya segelintir tenaga medis yang menangani masalah tersebut,” ucapnya.

Ini adalah suatu keadaan fisiologis dan hormonal yang berdampak pada jutaan individu. Sangatlah tepat jika kondisi ini memiliki nama dan dipandang sebagai entitas medis, katanya.

Sebenarnya, meskipun terdapat angka kejadian yang cukup besar, hal ini belum menjamin adanya penapisan secara rutin selama pemeriksaan pasca persalinan atau petunjuk dalam merawat kondisi tersebut. Misalnya saja The American College of Obstetricians and Gynecologists belum menerbitkan pedoman terkait dengan GSL.

Penulis selanjutnya menyarankan kepada dokter agar fokus pada pemahaman kesadaran, pelaksanaan pemeriksaan awal, dan pengobatan yang disesuaikan dengan individu guna mengatasi gejala-gejalanya yang belum terkenal itu serta meningkatkan kualitas hidup para ibu yang sedang menyusui.

Sebagaimana dikenal, setelah melahirkan, tingkat prolaktin pada ibu yang memberikan ASI cenderung tinggi sehingga menahan pelepasan estrogen dan androgen. Apabila Anda memilih untuk tidak menyusui, hormon dalam tubuh Anda bisa mencapai keseimbangan lagi dengan lebih cepat.

Ketika ibu sedang menyusui, terjadi perubahan hormonal yang sangat drastis akibat penurunan hormon estrogen dan androgen secara kontinu, sebagaimana dinyatakan oleh Perelmuter. Dia juga menunjukkan bahwa para induvidu yang hanya fokus pada proses pemberian ASI melaporkan intensitas gejala yang lebih besar dalam segala aspek.

Ilustrasi ibu dan bayi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/yamasan

Apakah menyusui dapat mengurangi risiko menopause dini?

Pada penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2020 dan dikutip dalam studi Nurse’s Health Study II, Langton dan kawan-kawannya mengamati data dari 100.000 wanita berumur antara 25 sampai dengan 42 tahun. Studi ini mendapatkan dukungan finansial dari National Institutes of Health. Hasilnya mencatat bahwa para ibu yang memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya selama periode 7 hingga 12 bulan cenderung memiliki resiko terkena menopaus awal yang signifikan lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang hanya menyusui sang buah hati kurang dari satu bulan.

Penelitian itu pun mendemonstrasikan bahwa hamil bisa membantu mencegah menopausa awal. Banyak wanita saat ini memiliki anak di usia yang lebih tua dibanding generasi sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pergantian profesi serta masalah finansial, ditambah dengan fakta bahwa merawat bayi seringkali memicu penolakan untuk tetap aktif secara hormonik. Sebagaian besar wanita umumnya mencapai tahap menopause ketika berusia antara 45 sampai 55 tahun.

Di samping itu, terdapat pula grup yang menghadapi gagal ovarium dini yang bisa jadi diturunkan secara genetik. Selanjutnya, ada segmen populasi lainnya yang organ reproduksinya, yaitu rahim dan ovarium, telah dipotong melalui tindakan bedah atas sejumlah alasan seperti ini:

1. Insufisiensi ovarium prematur (IOP)

Keadaan itu mempengaruhi sekitar satu dari setiap seratus wanita di bawah usia empat puluh tahun di Inggris. Ini terjadi saat ovarium sudah tidak lagi memroduksi estrogen secara normal sehingga menjadi sulit untuk menghasilkan sel telur yang layak. Akibatnya, siklus menstruasi bisa jadi tak teratur atau bahkan berakhir total, disertai dengan tanda-tanda menopause. Banyak wanita memiliki kondisi POI namun mungkin tidak menyadari hal tersebut.

Oleh karena itu, wanita di bawah usia 40 tahun yang memiliki siklus haid tak teratur disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter guna melakukan pemeriksaan tambahan. Dalam kasus POI, kerja ovarium bisa saja berhenti sejenak, kadang menyebabkan datang bulan, pelepasan sel telur, atau malah kehamilan. Adanya kembali aktivitas ovarium ini menandakan bahwa sekitar 5-10% dari wanita dengan POI mungkin akan hamil tanpa adanya intervensi medis.

2. Perimenopause

Masa mendekati menopause, ketika produksi hormon berkurang dan beberapa gejala muncul, disebut perimenopause. Tahap ini kurang memiliki definisi yang pasti dan bisa sangat bervariasi dari satu wanita ke wanita lainnya. Kondisi biasanya dimulai dengan siklus haid yang tak teratur, dilanjuti oleh perubahan pada jumlah aliran darah selama menstruasi—periode tersebut kadarnya bisa bertambah atau justru berkurang.

3. Menopause

Menopause diartikan dengan fase tidak adanya menstruasi selama lebih dari satu tahun. Tidak semua gejala dialami setiap perempuan karena masing-masing berbeda satu sama lain. Gejala menopause meliputi rasa panas yang tak tertahankan, keringat malam, kekeringan pada vagina, sulit tidur, suasana hati yang buruk, gairah seks menurun, dan lainnya seperti dikutip dari laman Breastfeedingandmedication.

4. HRT dan menyusui

Hormon Replacements Therapy (HRT) mengandung estrogen dan kadang-kadang juga progesteron seperti noretisteron, yang mirip dengan zat-zat tersebut di dalam pil KB kombinasi yang dapat dikonsumsi sambil menyusui. Etinilestriol pada pill KB kombinasi biasanya memiliki dosis sekitar 20-40 mikrogram, sedangkan pada obat HRT konsentrasinya mencapai 1 sampai 2 miligram estradiol (setara dengan 1000 mikrogram per miligram).

Walau sedikit esterogen bisa masuk ke dalam Air Susu Ibu (ASI), dampak dari esterogen terhadap bayi nampaknya tidak begitu signifikan. Pemberian estrogen setelah melahirkan secara prematur bisa mengecilkan volumenya serta mereduksi kadar protein di dalam ASI, akan tetapi hal ini beragam dan sangat bergantung pada takaran dosis serta kondisi tiap orang.

Jika Bunda mengalami gejala seperti menopause saat menyusui, ada baiknya memang berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut ya, Bunda.

Pilihan Redaksi
  • 9 Makanan untuk Memperketat Payudara Secara Alamiah, Ibu Menyusui Wajib Ketahui
  • 5 Cara Natural Menangani Payudara Lemah dan kendur
  • 5 Makanan dan Rutinitas Sehat yang Dapat Mengurangi Resiko Terkena Kanker Payudara Berdasarkan Penelitian Ahli

Untuk bunda yang ingin berbagi pengalaman tentang menjadi orangtua sambil mendapatkan banyak hadiah, silakan bergabung dengan komunitas GDesain11.xyzSquad. Untuk mendaftar, cukup klik link ini. SINI. Gratis!

GDesain

Website Berbagi desain gratis terlengkap. Juga menyediakan Jasa Desain Murah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama