Terdakwa Perkosa Pelajar Jadi Tahanan Kasubag, Keluarga Korban Naik ke Panggung Protes

, BENGKULU - Kasus penganiayaan yang mengakibatkan Reza Ardiansyah (16), seorang siswa dari Rejang Lebong, Bengkulu, menjadi tunarungu terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Curup.

Pada hari ini, sidang sedang berlangsung dengan bagian penjelasan putusan untuk terdakwa yang masih di bawah umur, yaitu Dm atau biasa disebut Dimas, dan hal tersebut akan dilaksanakan pada Rabu (4/6/2025).

Pada persidangan yang diketuai oleh Hakim Eka Kurnia Nengsih tersebut, majelis hakim menjatuhkan vonis ringan terhadap Dm atau disebut juga sebagai Dimas berupa hukuman membersihkan mesjid sebanyak 60 jam.

vonis yang ringan itu menyebabkan keluarga para korban mengajukan protes dengan kuat.

Ana Tasia Pase, pengacara keluarga Reza, mengungkapkan rasa kekecewanya terhadap vonis hakim tersebut dan bersiap untuk mengajukan laporan ke Komisi Yudisial.

Kesedihan yang dalam tetap dialami oleh keluarga Reza Ardiansyah, mereka saat ini hanya mampu berbaring lemah pasca mengalami pemukulan kejam di bulan September tahun 2024 silam.

Akan tetapi, keyakinan terhadap keadilan tampaknya pupus ketika salah satu penjahat justru dikenakan hukuman pengabdiannya dengan membersihkan mesjid saja.

Keputusan tersebut menimbulkan rasa kecewa di kalangan banyak orang, khususnya keluarga sang korban yang menginginkan agar proses peradilan dapat membawa keadilan sepadan dengan penderitaan Reza.

"Keluarga beserta diriku sungguh sangat kecewa. Meskipun telah ada perjuangan dari gubernur, bupati, aparat polisi, penyelidik, pengacara, serta masyarakat demi mencari kebenaran bagi Reza, namun hasil akhirnya justru demikian," ungkap Ana Tasia Pase terhadap pers.

Ana juga menyatakan bahwa pihakjaksa sudah meminta restitusi senilai Rp90 juta, tetapi yang diterima cuma sebanyak Rp300 ribu. Semua kekayaan keluarga Reza katanya sudah ludes terpakai untuk menanggulangi biaya perawatannya.

" Ini benar-benar jauh melebihi harapan, tidak sekadar separuh dari apa yang diminta jaksa, tetapi sudah sangat berbeda dengan hukumannya yang dijatihkan," tambah Ana.

Ana tidak hanya merasa kecewa, tetapi juga mengkritik aspek-aspek aneh dari putusan majelis hakim, yang menyatakan bahwa lumpuhnya Reza bukannya akibat pemukulan, tapi justru karena tertimpa sepeda motor.

"Ini memang tak logis. Video rekaman, kesaksian, serta buktinya telah cukup terbuka. Keputusan ini merusak martabat sistem peradilan. Di lokasi lain para pelaku mendapatkan vonis berat khususnya jika menyangkut anak-anak, lantas mengapa di sini malahan dipermalukan dengan hukuman yang amat enteng?" ujarnya tegas.

Selanjutnya, Ana menjelaskan bahwa kelompok pengacaranya saat ini sedang menganalisis opsi untuk menempuh tindakan hukum terhadap hakim yang telah membacakan keputusan itu.

Mereka menganggap bahwa putusan tersebut tidak hanya menyakitkan perasaan keadilan keluarga, tetapi juga dapat menciptakan contoh negatif bagi penerapan hukum terkait dengan kekerasan di kalangan pemuda.

"Sangatlah frustasi dengan hal ini, apa bisa disebut sebagai keadilan? Masa depan korbannya sekarang telah rusak total. Harap jangan sampai Reza menjadi lebih dari sekadar korban kekerasan fisik dan juga menjadi korban ketidakadilan," tegas Ana.

Masalah ini masih menjadi sorotan utama publik. Usai jalannya proses hukum yang cukup lama dan lambat, vonis yang dinilai terlalu ringan sekarang menimbulkan ketidakpuasan lagi dalam kalangan masyarakat.

Isi Putusan

Pengadilan Negeri di Curup mengeluarkan hukuman yang lunak bagi tersangka muda, Dm atau biasa disebut Dimas, pada hari Rabu tanggal 4 Juni 2025.

Terpidana adalah salah satu dari para penyerang yang mengejarot seorang siswa berinisial Reza Ardiansyah (16), penduduk Desa Duku Ulu, Kecamatan Curup Timur, peristiwa tersebut terjadi tanggal 21 September 2024 dan menyebabkan korbannya menderita kelumpuhan.

Keputusan disampaikan saat persidangan dengan nomor perkara: 5/Pid.Sus.Anak/2025/PN Crp, yang dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 4 Juni 2025.

Hakim tunggal Eka Kurnia Nengsih, S.H., M.H., mengumumkan jika Dimas tak dinyatakan bersalah dari tuduhan pokoknya, tetapi ia dianggap telah melaksanakan pelanggaran hukum sesuai dengan ancaman subsidiernya yaitu berpartisipasi dalam tindakan kekerasan terhadap seorang anak.

Dewan Hakim memberikan hukuman percobaan berupa kerja sosial sebanyak 60 jam, yang harus dilaksanakan di Masjid At-Taqwa, Jalan Agus Salim, Desa Pugguk Lalang, Kecamatan Curup Selatan, Kabupaten Rejang Lebong.

Penerapan kegiatan sosial diatur paling lama selama tiga jam sehari, dilengkapi dengan aturan ekstra sebagai berikut:

Persyaratan utama: Anak dilarang mengulangi perbuatan kriminal saat menjalani hukuman bersyarat.

Persyaratan tambahan: Setiap anak harus memberikan laporan sekali seminggu kepada Penuntut Umum untuk durasi satu bulan.

Mahkamah pun memenuhi sebagian dari gugatan restitusi yang disampaikan oleh pihak keluarga para korban.

Orang tua Dimas dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 300.000 secara bersama dengan orang tua anak lain yang perkaranya ditangani secara terpisah.

Masing-masing diwajibkan membayar Rp 150.000.

Jika restitusi belum dibayar dalam jangka waktu 30 hari setelah adanya putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, jaksa bisa melaksanakan eksekusi dengan cara menyita dan melegalkan penjualan aset, atau alternatifnya adalah menerima hukuman kurungan selama dua hari.

Humas Pengadilan Negeri Curup, Mantiko Sumanda Moechtar, S.H., M.Kn., mengkonfirmasi keputusan itu.

Sidang bacaan vonis dilaksanakan pada hari Rabu (4/6/2025) di Pengadilan Negeri Curup.

Menurut dia, keputusan itu adalah jenis pemidanaan bersyarat seperti yang ditentukan dalam undang-undang kriminil untuk anak-anak.

"Ya, ada persidangan kemarin, dan telah mencapai tahap pengumuman keputusan, vonis yang diberikan adalah hukuman bersyarat," terangkan Mantiko.

Terkait putusan yang dikeluarkan, dia mengatakan bahwa itu merupakan kewenangan penuh dari hakim.

Dia juga tidak memahami dengan jelas alasan-alasan yang mendasari putusan hakim itu.

Namun, menurut dia, sebelum mengambil keputusan, hakim tentu sudah mempertimbangkan banyak aspek hukum terlebih dahulu.

"Hakim menjatuhkan hukuman pelayanan masyarakat dan juga menyetujui permintaan restitusi dari para korban," jelas Mantiko.

Sayangnya, keputusan serta jumlah restitusi yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Curup dianggap sangat tidak memuaskan dan jauh dari ekspektasi.

Artikel ini sudah dipublikasikan di Tribunbengkulu.com

GDesain

Website Berbagi desain gratis terlengkap. Juga menyediakan Jasa Desain Murah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama